Saturday, February 28, 2015

Kehidupan Di Dalam Benteng

Pintu Masuk Benteng Pendem

Bagaimana keadaan kehidupan dalam penjara militer di Benteng Pendem pada waktu itu dapat kita ketahui diantara nya dari penuturan Alexander Cohen seorang Belanda seorang Belanda yang telah melewatkan sebagian besar dari masa hidupnya sebagai seorang pemberontak.
 
Dalam buku autobiografinya yang diberinya judul In Opstand (1932) Cohen antara lain menceritakan bahwa para narapidana yang dipenjarakan dalam benteng tersebut pada masa itu ternyata pada diberi pekerjaan. Dari pekerjaan itu mereka bisa mendapatkan uang dan membeli barang-barang dan makanan yang dijual oleh seorang nyonya yang berada di tempat itu. Dari jam lima sore sampai jam lima pagi. Barang-barangnya cukup beraneka warna. Mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran, sambal-sambalan, telur, kue-kue. Pada waktu mengaso para narapidana diberi kebebasan untuk merokok, sedangkan pada hari Minggu mereka boleh merokok sepanjang hari, tentu saja asal ada rokoknya.
 
Ada bermacam-macam pekerjaan di tempat tersebut. Dari menjahit pakaian sampai membuat sepatu. Masing-masing narapidana tidak boleh memilih sendiri pekerjaan yang disukainya. Jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan mereka telah ditentukan berdasarkan strafregister (daftar hukuman) yang ada di tempat itu.
 
Bagi mereka yang beruntung dijatuhi hukuman hanya sampai enam bulan penjara ,diberi pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak tetap,misalnya memotong rumput untuk tuan Piet atau untuk memberi makan kuda tuan komandan, menyapu daun-daun yang gugur, menyiangi tempat tempat yang terletak di dalam benteng memotong kayu-kayu untuk memasak, mengambil air dan lain sebagainya.
 
Tetapi bagi mereka yang beruntung telah dijatuhi hukuman hukuman penjara yang lamanya, berada diantara enam bulan sampai dua tahun. Pada umumnya diberi pekerjaan jahit menjahit pakaian di mana mereka setelah belajar dalam waktu singkat  dipercayai untuk mengerjakan pakaian-pakaian konfeksi, yakni membuat jas-jas pendek_seragam yg terbuat dari katun biru, membuat pantalon-pantalon dan mengerjakan jas-jas yang terbuat dari kain wol, di samping mengerjakan pici-pici dinas untuk kepenting an para serdadu Belanda.
Khusus mengenai pekerjaan pcrsepatuan, hanya diperuntukkan bagi mereka yang tergolong dalam 'kategori narapidana kelas "kakap", yakni mereka yang telah dija-tuhi hukuman tiga tahun ke atas, termasuk diantaranya mereka yang telah dinyata kan terbukti bersalah karena melakukan desersi.

Pekerjaan-pekerjaan tersebut semua nya dilakukan dalam tempat yang luas yang  terletak di luar bcnteng, kira-kira jauh nya ada 50 meter dengan tutup yang terbuat dari atap serta diberi pagar besi mengelilingi bangsal-bangsal yang ada di tempat itu. Gudang-gudang-nya terletak di dalam benteng, berupa kamar-kamar, bekas tempat-tempat kediaman para perwira ketika benteng itu masih digunakan sebagai tempat pertahanan. Kecuali gudang-gudang, dalam benteng itu juga dapat kita temukan bangsal-bangsal yang kecil, tempat-tempat untuk menyekap orang-orang sipil serta tempat2 hukuman yang sempit, serta kamar mandi yg kotor.
 
Menarik juga untuk dicatat bahwa menurut Alexander Cohen. dalam kehidupan masyarakat narapidana di Benteng Pendem ternyata juga dikenal adanya hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada mereka yang ternyata telah terbukti bersalah melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
 

Di antara hukuman-hukuman itu, hukuman yg paling ringan ialah hukuman di mana nararapidana yang bersangkutan dika-syot (baha sa Belanda: gachot, baca: kasyot) yakni hanya diberi air dan nasi, atau dengan jalan memberatkan cara penyekapannya.

Mereka yangg karena kesalahannya harus dika-syot ditempatkan dalam sebuah sel sempit yang panjangnya kira-kira dua meter sedangkan lebarnya hanya dua meter, dilengkapi dengan sebuah tempat tidur kecil yang terbuat dari papan, sebuah tempat duduk yang kecil dan sebuah kendil berisi air.

Ketika Alexander Cohen datang mengunjungi Benteng Pendem pada tahun 1882, benteng itu masih dikelilingi oleh rawa-rawa. Jika hujan bagian dalam dari benteng tersebut kadang-kadang sampai kebanjiran. Keadaan ini barang tentu sangat menarik perha tian dan menimbulkan pertanyaan: jika demikian, mengapa penguasa Belanda justru membangun Benteng Pendem itu di tempat tersebut? Mengapa. tidak di tempat lain

Di kalangan warga masyarakat dunia, orang Belanda terkenal sebagai orang yang teliti. Ketelitian mereka seringkali menakjubkan. Karena itu kalau mereka sampai membangun Benteng Pendem itu di Poncol, sudah terang hal itu tentunva tidak bisa dilepaskan dari sekian banyak pertimbangan yang sebelumnya telah disorot dengan teliti sekali dari berbagai segi. Apalagi yang dibangun itu justru sebuah benteng.
 
Pertama-tama lihat sajalah mengenai letaknya yang berada tidak jauh baik dari tempat pemukiman orang-orang Belanda yang terletak di sebelah timur dari jembatan Mberok maupun dari tempat kedudukan resmi Residen Semarang yg terletak di akhir jalan. Bojong. Selanjutnya. bahwa dari atap benteng itu para pirsawan akan dapat melihat dengan jelas sekali laut Jawa, hingga sewaktu waktu ada musuh yang da tang, dengan sendirinya dapat segera diadakan persiapan.
 
Bukankah dari kedua hal ini saja biar jelas bahwa tempat di mana Benteng Pendem itu dibangun merupakan suatu tempat yang sangat strategis? Hingga pilihan penguasa Belanda dapat dikatakan benar-benar merupakan suatu pilihan yang tepat di kawasan yang tepat pula?

No comments:

Post a Comment