Kota Lama Semarang
Seperti halnya Batavia dan Surabaya, tempo doeloe di
kota Semarang juga sudah banyak bertempat tinggal orang Belanda. Menurut perhitungan yang pernah diadakan
oleh Pemerintah Hindia Belanda, pada akhir tahun 1895 misalnya diantara 82.962 orang yang pada waktu itu
menjadi penduduk di kota Semarang, maka yang 66.280 orang terdiri dari orang
Jawa, 11.375 orang Tionghoa, 751 orang terdiri dari orang Arab dan yang 1.011
orang terdiri dari orang Timur Asing selain orang Arab dan Tionghoa, sementara
sisanya sebanyak 3.545 orang terdiri dari orang Eropa dan kebanyakan adalah
orang Belanda (Van Der Lith, P.A.Sneleman, Joh F, Encyclopaedie Van Nederlandisch Indie, Derde Deel).
Karena
di kota Semarang pada masa itu sudah terdapat banyak orang Eropah dan
teristimewa orang Belanda, maka kita tidak merasa heran jika melihat bahwa
dalam soal nama-nama tempat pun, di kota Semarang juga kita jumpai cukup banyak
nama-nama tempat yang berasal dari khazanah perkataan Belanda pula.
Demikianlah misalnya
kita mencatat pernah adanya nama
Palmenlaan (sekarang jala. Ade Irma Suryani), Nieuw Holland (sekarang jalan.
Widoharjo), Zimmermanlaan (sekarang jalan. Basudewa) Villapark (sekarang jalan.
Bringin I) dan sebagainya, sementara nama-nama jalan di bagian Kota Lama (Oude
Staad) boleh di katakan hampir seluruhnya dalam nama-nama Belanda.
Seperti
halnya dengan nama-nama tempat dan jalan lainnya, dalam nama jalan Belanda itupun
kita juga melihat adanya suatu tendensi untuk memberi nama tempat dan jalan yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan keadaan dari tempat dan jalan itu sendiri. Kita ambil contoh saja misalnya mengenai
sebagian jalan. Dr. Cipto yang merentang mulai dari kawasan Rejosari sampai ke
simpang empat jalan Pandean Lamper, tempo doeloe jalan tersebut secara resmi
dinamakan Karrenweg dan nama ini lahir tidak lain dan tidak bukan justru karena
jalan tersebut dalam lembaran
"riwayatmu dulu” memang
pernah tercatat menjadi jalan yang banyak dilalui oleh
kereta baik dokar maupun kereta pedati yang kebanyakan datang dari
daerah Dangguwo dan Pedurungan, yang pada memuat barang dagangan untnk dijual
ke kota Semarang.
Demikian
juga halnya dengan Achterkerstraat,yang dinamakan demikian tidak lain justru
karena jalan tersebut letaknya ada di belakang gereja, yakni gereja Blenduk yang
termasyur itu, dan demikian pula halnya dengan Komedistraat (sekarang jalan.
Cendrawasih): yang dinamakan demikian justru karena di jalanan tersebut tempo
doeloe pernah ada gedung komedinya.